LDII menggunakan metode pengajian tradisional, yaitu guru-guru yang
berasal dari beberapa alumni pondok pesantren kenamaan, seperti: Pondok
Pesantren Gontor di Ponorogo, Tebu Ireng di Jombang, Kebarongan di
Banyuwangi, Langitan di Tuban, dll. Mereka bersama-sama mempelajari
ataupun bermusyawaroh beberapa waktu terlebih dahulu sebelum
menyampaikan pelajaran dari Alquran dan Hadis kepada para jama’ah
pengajian rutin atau kepada para santriwan dan santriwati di
pondok-pondok LDII, untuk menjaga supaya tidak terjadi kekeliruan dalam
memberikan penjelasan tentang pemahaman Alquran dan Hadis. Kemudian guru
mengajar murid secara langsung ( manquul ) baik bacaan, makna
(diterjemahkan secara harfiyah), dan keterangan, dan untuk bacaan
Alquran memakai ketentuan tajwid.[11]
Apakah yang Dimaksud dengan “Manquul?” “Manquul” berasal dari bahasa
Arab, yaitu “Naqola-Yanqulu”, yang artinya “pindah”. Maka ilmu yang
manquul adalah ilmu yang dipindahkan / transfer dari guru kepada murid.
Dengan kata lain, Manqul artinya berguru, yaitu terjadinya pemindahan
ilmu dari guru kepada murid. Dasarnya adalah sabda Nabi Muhammad dalam
Hadis Abu Daud, yang berbunyi:
Yang artinya: “Kamu sekalian mendengarkan dan didengarkan dari kamu
sekalian dan didengar dari orang yang mendengarkan dari kamu sekalian”.
Dalam pelajaran tafsir, “Tafsir Manquul” berarti mentafsirkan suatu
ayat Alquran dengan ayat Alquran lainnya, mentafsirkan ayat Alquran
dengan Hadis, atau mentafsirkan Alquran dengan fatwa shohabat. Dalam
ilmu Hadis, “manquul” berarti belajar Hadis dari guru yang mempunyai
isnad (sandaran guru) sampai kepada Nabi Muhammad.[12]
Dasarnya adalah ucapan Abdulloh bin Mubarok dalam Muqoddimah Hadis
Muslim, yang berbunyi: Yang artinya: “Isnad itu termasuk agama,
seandainya tidak ada isnad niscaya orang akan berkata menurut
sekehendaknya sendiri”.
Dengan mengaji yang benar yakni dengan cara manqul, musnad dan
mutashil (persambungan dari guru ke guru berikutnya sampai kepada
shohabat dan sampai kepada Nabi Muhammad), maka secepatnya kita dapat
menguasai ilmu Alquran dan Hadis dengan mudah dan benar. Dengan
demikian, kita segera dapat mengamalkan apa yang terkandung di dalam
Alquran dan hadis sebagai pedoman ibadah kita. Dan sudah barang tentu
penafsiran Alquran harus mengikuti apa yang telah ditafsirkan oleh Nabi
Muhammad.
0 komentar:
Posting Komentar